Studi Kasus Penerapan Sistem Pengambilan Keputusan Dengan AHP ( Analytic Hierarchy Process ) - another words

Popular

Banner Ads

Sabtu, 02 April 2016

Studi Kasus Penerapan Sistem Pengambilan Keputusan Dengan AHP ( Analytic Hierarchy Process )




       
AHP (Analytic Hierarchy Process) merupakan salah satu teknik dalam pengambilan keputusan.  Dalam mengambil keputusan, kita mempunyai kriteria sebagai dasar penilaian, dan kita juga akan dihadapkan dengan lebih dari satu alternative pilihan.  Jika alternative pilihan tersebut hanya ada dua, mungkin masih mudah buat kita untuk memilih, akan tetapi jika alternative pilihan tersebut banyak, maka cukup sulit bagi kita untuk memutuskannya.  AHP merupakan teknik yang dikembangkan untuk membantu mengatasi kesulitan ini.  Dalam AHP, semua alternative plilihan diadu satu lawan satu, seperti pada pertandingan sepak bola dengan system setengah kompetisi.  Skor dari masing-masing pasangan kemudian ditabulasi untuk dihitung total skor untuk masing-masing alternative.  Ada satu kelemahan dalam AHP, yaitu bisa terjadi kita tidak konsisten dalam memberi bobot, apalagi kalau item/pasangannya banyak.  Tetapi jangan kuatir karena ada alat/tool untuk mengeceknya.



        Untuk lebih mempermudah, maka penjelasan mengenai AHP ini akan dilakukan melalui  pembahasan sebuah contoh penggunaannya.  Kita ambil suatu contoh berikut: 
Dalam memilih istri, Si Bangbang mempunyai 3 kriteria, yaitu istrinya harus cantik, memiliki tingkat pendidikan yang tinggi dan berasal dari keluarga yang kaya.  Saat ini Bangbang memiliki 3 orang pacar, yang dipacarinya secara bergantian, FitriYayu, dan Grace.  Oleh sebab itu dalam menentukan calon istrinya bangbang memilih menggunakan metoda AHP ini.
        Yang pertama yang dilakukan Bangbang adalah menentukan bobot untuk ketiga kriteria, mana yang paling penting.  Ketiga kriteria tersebut di-adu satu lawan satu, yang dalam terminologi AHP disebut pair-wise comparation. Seperti dibawah ini:
  • Cantik lebih penting 2 kali dari pendidikan.
  • Cantik lebih penting 3 kali dari kaya, dan
  • Pendidikan lebih penting 1.5 kali dari kaya.
Selanjutnya hasil pair-wire comparation ini oleh dibuat ke dalam tabulasi, yang dalam istilah AHP disebut sebagai pair comparation matrix, seperti terlihat pada gambar berikut.
null
Dari gambar diatas, Prioity Vector (kolom paling kanan) menunjukan bobot dari masing-masing kriteria, jadi dalam hal ini cantik merupakan bobot tertinggi/terpenting menurut Bangbang, disusul pendidikan dan yang terakhir adalah kaya.  Bagaimana cara membuat matrix ini?:
  • Hasil pair wise comparation diatas diisi pada sel berwarna putih (bagian kanan atas matrix),  dengan aturan  baris vs kolom.  Jadi angka 2 (cantik lebih penting 2 kali dari pendidikan) diisi pada sel yang merupakan perpotongan antara baris cantik dan kolom pendidikan.  Angka 3 (Cantik lebih penting 3 kali dari kaya) diisi pada sel yang merupakan perpotongan antara baris cantik dan kolom kaya.  Begitu juga dengan angka 1.5(Pendidikan lebih penting 1.5 kali dari kaya) diisi pada sel yang merupakan perpotongan antara baris pendidikan dan kolom kaya.  Sampai disini semua sel di kanan atas matrix (sel berlatar belakang Putih) terisi.  Pada sel dengan baris dan kolom sama (Cantik-Cantik atau Pendidikan-Pendidikan atau Kaya-Kaya), sel berlatar belakang Hijau diisi dengan angka 1.  Kemudian sel pada bagian Kiri bawah matrix (berlatar belakang Abu-Abu) diisi dengan angka kebalikan dari sel disebelah Kiri atas.  Jadi pada sel Pendidikan-Cantik diisi dengan angka 1/2, yaitu kebalikan dari angka yang berada pada sel Cantik-Pendidikan, dstnya.
  • Baris Jumlah (baris paling bawah) merupakan penjumlahan dari semua angka yang ada pada baris diatasnya dalam satu kolom.
  • Kolom Priority Vector, merupakan hasil penjumlahan dari semua sel disebelah Kirinya (pada baris yang sama) setelah terlebih dahulu dibagi dengan sel Jumlah yang ada dibawahnya, kemudian hasil penjumlahan tersebut dibagi dengan angka 3 (angka 3 karena kriterianya ada 3, yaitu Cantik, Pendidikan dan Kaya).   berikut contoh sederhanya, angka 0.5455 pada sel yang merupakan perpotongan antara baris Cantik dan kolom Priority diperoleh dari 1/3x(1/1.8333+2/3.6667+3/5.500).  Angka 0.2727 pada sel yang merupakan perpotongan antara baris Pendidikan dan kolom Priority diperoleh dari 1/3x(0.5/1.8333+1/3.6667+1.5/5.500).  Angka 0.1818 pada sel yang merupakan perpotongan antara baris Kaya dan kolom Priority diperoleh dari 1/3x(0.33/1.8333+0.6667/3.67+1/5.500).
Sekarang timbul pertanyaan, kenapa hanya untuk memberi bobot pada kriteria kok memerlukan langkah dan perhitungan yang rumit ??  kalau jumlah kriterianya hanya tiga, memang  terasa terlalu ruwet, tidak sebanding dengan keuntungan yang diperoleh.  Akan tetapi kalau jumlah kriterianya banyak maka walaupun agak ruwet tetapi cara ini sangat membantu.  Selain itu, sebenarnya perhitungan ini juga dimaksud menyamakan rentang/skala bobot untuk setiap pasangan, atau dalam bahwa AHP disebut normalized.
Setelah Bangbang mendapatkan bobot untuk setiap kriteria (yang ada pada kolom Priority  Vector), maka selanjutnya dia mau mengecek apakah bobot yang dia dibuat konsisten atau tidak.  Untuk hal ini, yang pertama yang dilakukan adalah menghitung Pricipal Eigen Value (lmax) matrix diatas dengan cara menjumlahkan  hasil perkalian antara sel pada baris jumlah dan sel pada kolom Priority Vector, sbb: 1.8333×0.5455+3.6667×0.2727+5.5×0.1818=3.  Kemudian Bangbang menghitung Consistency Index (CI), dengan rumus CI = (lmax-n)/(n-1) dengan n adalah jumlah kriteria (dalam hal ini 3), jadi CI = (3-3)/(3-1)=0/2=0.  CI sama dengan nol berarti pembobotan yang dilakukan sangat konsisten.  Untuk pembobotan dengan jumlah kriteria yang cukup banyak (diatas 5 kriteria), pembobotan yang konsisten (CI=0) seperti ini sangat sulit dicapai.  Oleh karena itu, pada batas tertentu HPS masih mau menerima ketidak konsistenan ini.  Batas toleransi ketidak konsistenan ditentukan oleh nilai Random Consistency Index (CR) yang diperoleh dengan rumus CR=CI/RI, nilai RI bergantung pada jumlah kriteria seperti pada tabel berikut:
 null
Jadi untuk n=3, RI=0.58. 
Jika hasil perhitungan  CR lebih kecil atau sama dengan 10% ,  ketidak konsistenan masih bisa diterima, sebaliknya jika lebih besar dari 10%, tidak bisa diterima.
Sampai disini, Bangbang sudah memiliki bobot untuk setiap kriterianya.  Selanjutnya dia mau menilai ketiga pacarnya berdasarkan ketiga kriteria tersebut.  Pertama, Bangbang akan menilai siapa dari ketiga pacarnya tersebut yang paling cantik. Dia berencana dalam kencan minggu depan akan digunakan untuk melakukan hal ini.  Pada akhir minggu, setelah kencan tersebut, dia berhasil memetakan hasil penilaiannya dalam bentuk pair-wire comparation berikut:
  • Yayu 4 kali lebih cantik dari Grace.
  • Yayu 3 kali lebih cantik dari Fitri.
  • Grace 1/2 kali lebih cantik dari Fitri.
Pair-wire comparation matrix-nya adalah sbb:
 null
Arti dari tabel ini adalah dari ketiga pacar Bangbang, yang paling cantik adalah Yayu dengan skor 0.6276 (dalam skala 1), disusul Fitri dengan skor 0.2395 dan Grace dengan skor 0.1373. Perhatikan, nilai CI adalah 0.01 yang berarti pembobotan yang dibuat Bangbang tidak terlalu konsisten (ayo, siapa yang bisa nebak kenapa tidak konsisten?), namun karena nilai CR=2.2% lebih kecil dari 10%, maka ketidak konsistenan ini masih bisa diterima.
Selanjutnya Bangbang akan menilai tingkat pendidikan dari ketiga pacarnya.  Penilaian ini bagi Bangbang tidak sulit karena sejak awal berpacaran Bangbang sudah tahu bahwa Si Yayu yang sehari-hari bekerja sebagai kasir di sebuah toko swalayan hanya tamatan SMA.  Grace yang menduduki salah satu direksi di perusahaan keluarganya adalah lulusan S1 ekonomi dari salah satu perguruan tinggi negeri di Jakarta. Sedangkan Fitri adalah teman kuliahnya di program paska sarjana salah satu perguruan tinggi di Bandung.  Bangbang memberi bobot pendidikan untuk ketiga pacarnya sbb:
  • Tingkat pendidikan Yayu 1/3 Grace.
  • Tingkat pendidikan Yayu 1/4 Fitri.
  • Tingkat pendidikan Grace 1/2 Yayu.
Pair-wire comparation matrix-nya adalah sbb:

null 
Dari tabel ini terlihat bahwa Fitri yang mahasiswa S2 mendapat nilai tertinggi yaitu 0.5571 disusul Grace dengan nilai 0.3202 dan terakhir  Yayu dengan nilai 0.1226.  Sekali lagi terlihat bahwa pembobotan ini tidak konsisten, namun masih bisa diterima karena nilai CR masih dibawah 10%.
Yang terakhir Bangbang akan menilai kekayaan dari ketiga pacarnya.  Ini juga tidak sulit bagi Bangbang, dan hasilnya adalah sbb:
  • Bobot kekayaan Yayu 1/100 kali bobot kekayaan Grace.
  • Bobot kekayaan Yayu 1/10 kali bobot kekayaan Fitri.
  • Bobot kekayaan Grace 10 kali bobot kekayaan Fitri.
Pair-wire comparation matrix-nya adalah sbb:
 null
Jadi hasil penilaian Bangbang adalah grace yang paling kaya dengan skor 0.9009, disusul Fitri dengan skor 0.0901 dan yang terakhir Yayu dengan skor 0.0090.  Pada pembobotan kali ini Bangbang sangat konsisten, ini terlihat dari nilai CI=0.
Setelah mendapatkan bobot untuk ketiga kriteria dan skor untuk masing-masing kriteria bagi ketiga pacarnya, maka langkah terakhir adalah menghitung total skor untuk ketiga pacarnya.  Untuk itu Bangbang akan merangkum semua hasil penilaiannya tersebut dalam bentuk tabel yang disebut Overall composite weight, seperti berikut.
null
Cara mengisi tabel ini adalah sbb:
  • Kolom Weight diambil dari kolom Priority Vektor dalam matrix Kriteria.
  • Ketiga kolom lainnya (Yayu, Grace dan Fitri) diambil dari kolom Priority Vector ketiga matrix CantikPendidikan dan Kekayaan.
  • Baris Composite Weight diperoleh dari jumlah hasil perkalian sel diatasnya dengan weight.  Composite weight untuk Yayu = 0.5455×0.6232+0.2727×0.1226+0.1818×0.0090=0.3750.  Composite weight untuk Grace = 0.5455×0.1373+0.2727×0.3202+0.1818×0.9009=0.3260.  Composite weight untuk Fitri = 0.5455×0.2395+0.2727×0.5571+0.1818×0.0901=0.2990.
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa Yayu mempunyai skor yang paling tinggi yaitu 0.3750, disusul Grace dengan skor 0.3260 dan yang terakhir Fitridengan skor 0.2990.  AKhirnya Bangbang akan memilih Yayu sebagai istrinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar